“Hijau nan asri. Sejuk dan berseri. Meski tak sempurna, revitalisasi Kampung Berseri Astra Keputih sarat akan Sustainability Development Goals (SDGs). Fasilitas-utilitas di dalamnya menggenapkan. RTH privatnya menyempurnakan. Pun, ekonomi kecilnya tumbuh. Berpadu menjadi kesatuan yang utuh. Menjadi bagian dari keindahan Kota Surabaya, KBA Keputih membuktikan bahwa untuk menjadi ‘indah’ tak perlu lahan luas.”
Awan bergerombol saling jabat. Pekat. Di langit utara, aku melihat awan bersapa dengan sang bayu. Berarak dan siap jatuh membasahi bumi kapan saja. Mengenyahkan dahaga jalanan yang mulai lelah dengan kemarau panjang. Jam ditangan menunjukkan pukul sepuluh. Aku dan sahabatku, Indah, siang itu mengendarai motor menuju Kampung Berseri Astra, Keputih. Kampung yang tak seberapa jauh dari kampus kami dulu, ITS.
Melaju dengan kecepatan sedang, kami menyusuri Jalan Arif Rahman Hakim. Sesekali melihat penjual makanan. Mengenang makanan enak. Membicarakan ayam goreng merk ini dan itu. Mengoceh banyak hal sambil terus berharap, “please, jangan hujan dulu please”. Sampai di Taman Harmoni kami menepi. Clueless. Walau diresmikan tahun 2014, kami berdua belum pernah bertandang ke KBA Kaputih. Tetap duduk diatas motor, kukeluarkan handphone dari saku. Mengetikkan kata-kata pasti, “Kampung Berseri Astra Keputih” di aplikasi maps. Dan violaaa! Rupanya sudah dekat. Hanya beberapa meter lagi. Dalam hitungan detik, tombol start driving kuaktifkan. Kamipun diarahkan untuk terus lurus. Kira-kira 200 meter. Meliuk mengikuti jalan yang berbelok, sebelum mengarah ke kiri pada sebuah gang. Manut. Indah kembali menyalakan mesin motornya. Kami bergegas. Mulai was-was hujan turun sebelum kami sampai di lokasi.
Entah di angka berapa akurasi GPS di HPku. Setelah belok kiri tadi, kami melewati rumah-rumah pengepul sampah bekas. Jalanan yang kami lewati juga masih makadam. Dan sesampai lokasi ‘merah’ di peta, kami kebingungan. Kami berhenti di persimpangan, melihat rusun yang juga baru kami lihat siang itu. Celaka! Kami tak temukan gerbang gang KBA Keputih seperti yang kami lihat di internet. Tak ada satupun orang yang bisa kami tanyai. Semenit, dua menit, saya menoleh pada satu-satunya gang di belakang kami. “Ya Allah, itu lhoo ada tulisannya”, pekikku. Kami pun terbahak. Signage sebesar itu ternyata lepas dari pengelihatan kami. Mungkin kami terlalu antusias mengikuti GPS. Entahlah.
Sejurus kemudian kami sudah masuk gang. Gang yang kami pikir tidak ada kehidupan disana. Mengikuti petunjuk selamat datang. Bagaimana tidak kami berpikir demikian. Gang ini kecil. Mungkin tak sampai 3 meter. Dan dari luar, gerbang Kampung Berseri Astra (KBA) Keputih samar terlihat. Posisinya tidak persis lurus, melainkan sedikit berbelok. Di belokan inilah, gerbang berwarna dominan biru dan putih menjadi tanda kita masuk ke area KBA Keputih. Kamipun berhenti disini. Mengambil foto di depan gerbang. Memahami site area yang dipajang di samping gerbang.
Melaju dengan kecepatan sedang, kami menyusuri Jalan Arif Rahman Hakim. Sesekali melihat penjual makanan. Mengenang makanan enak. Membicarakan ayam goreng merk ini dan itu. Mengoceh banyak hal sambil terus berharap, “please, jangan hujan dulu please”. Sampai di Taman Harmoni kami menepi. Clueless. Walau diresmikan tahun 2014, kami berdua belum pernah bertandang ke KBA Kaputih. Tetap duduk diatas motor, kukeluarkan handphone dari saku. Mengetikkan kata-kata pasti, “Kampung Berseri Astra Keputih” di aplikasi maps. Dan violaaa! Rupanya sudah dekat. Hanya beberapa meter lagi. Dalam hitungan detik, tombol start driving kuaktifkan. Kamipun diarahkan untuk terus lurus. Kira-kira 200 meter. Meliuk mengikuti jalan yang berbelok, sebelum mengarah ke kiri pada sebuah gang. Manut. Indah kembali menyalakan mesin motornya. Kami bergegas. Mulai was-was hujan turun sebelum kami sampai di lokasi.
Entah di angka berapa akurasi GPS di HPku. Setelah belok kiri tadi, kami melewati rumah-rumah pengepul sampah bekas. Jalanan yang kami lewati juga masih makadam. Dan sesampai lokasi ‘merah’ di peta, kami kebingungan. Kami berhenti di persimpangan, melihat rusun yang juga baru kami lihat siang itu. Celaka! Kami tak temukan gerbang gang KBA Keputih seperti yang kami lihat di internet. Tak ada satupun orang yang bisa kami tanyai. Semenit, dua menit, saya menoleh pada satu-satunya gang di belakang kami. “Ya Allah, itu lhoo ada tulisannya”, pekikku. Kami pun terbahak. Signage sebesar itu ternyata lepas dari pengelihatan kami. Mungkin kami terlalu antusias mengikuti GPS. Entahlah.
Sejurus kemudian kami sudah masuk gang. Gang yang kami pikir tidak ada kehidupan disana. Mengikuti petunjuk selamat datang. Bagaimana tidak kami berpikir demikian. Gang ini kecil. Mungkin tak sampai 3 meter. Dan dari luar, gerbang Kampung Berseri Astra (KBA) Keputih samar terlihat. Posisinya tidak persis lurus, melainkan sedikit berbelok. Di belokan inilah, gerbang berwarna dominan biru dan putih menjadi tanda kita masuk ke area KBA Keputih. Kamipun berhenti disini. Mengambil foto di depan gerbang. Memahami site area yang dipajang di samping gerbang.
Tak butuh waktu lama bagi kami untuk memahami KBA Keputih dari denah kreatif itu. Semuanya ditulis jelas dalam legenda. Total ada 18 tempat yang ditandai dalam denah itu. “Wah ada IPAL ya ternyata?” ujarku pada Indah saat membaca keterangan nomor 11. “Menarik”, lanjutku. Jujur, ini kali pertama kutemui kampung dengan IPAL. Biasanya, instalasi pengolahan air limbah ada di suatu pabrik. Jarang sekali ditemui IPAL untuk rumah tangga. Ah jadi makin penasaran, pikirku.
Tak lama-lama. Kamipun kembali menaiki motor. Memasuki Kampung Berseri Astra Keputih. Sehari sebelumnya, di sela-sela merampungkan pekerjaan, kusempatkan membaca artikel tentang KBA Keputih. Dalam bayanganku, kampung ini luas. Setidaknya lebih luas dari apa yang aku lihat hari itu. Namun ternyata tidak. Kampung ini hanya punya 3 gang yang panjang. Satu vertikal dari arah gerbang kisaran 100 hingga 200 meter saja. Dan dua jalan horizontal membentuk kampung yang padat, kisaran 300 hingga 400 meter panjangnya. Pun tak terlalu lebar. Mungkin hanya 2 meter lengkap dengan paving yang rapi. Mobilpun tak akan bisa papasan dan keluar masuk dengan leluasa. Dalam amatanku, mobil hanya bisa keluar masuk dari gang ini. Bak system one gate di kompleks perumahan.
Setelah masuk melewati beberapa rumah warga di sebelah kiri, dan semacam gudang di sebelah kanan, kami kembali menemui persimpangan. Persimpangan dengan pilihan, akan dibawa kemana langkah kita. Sebagai kampung yang bercita-cita menjadi ikon Kota Surabaya, KBA Keputih kuakui begitu informatif. Kampung ini dibekali dengan begitu banyak tanda arah. Seakan mengerti, pengunjung akan kesulitan menemukan apa yang dicari.
“Kita kemana dulu?”, tanya Indah. Setelah menimbang-nimbang, kamipun milih menjejakkan kaki ke arah kanan. Kami penasaran dengan water treatment plant (WTP) yang ditunjukkan papan arah dari kayu itu. Tapi sia-sia sepertinya kami menaiki motor. Kami pikir, dari arah persimpangan, WTP akan berjarak lumayan jauh. Ternyata hanya kisaran 10 meter saja. Persis di ujung belokan gang. Ada dua tangki berwarna biru besar. Di balik tangki itu ada area cukup luas, berpaving. Dalam denah yang kami temui di gerbang masuk tadi dinamai sebagai sarana olahraga.
Di sekitar tangki ini, kami menemui sekelompok anak sedang bermain sepeda. Ada empat anak. Semuanya laki-laki. Salah satu dari mereka semangat berkata, “sini mbak sini, iya mau nanya apa mbak?” Hahaha, batinku tertawa renyah. Ternyata walaupun anak-anak sudah sangat siap menyapa wisatawan. Mungkin ini yang namanya semangat untuk maju. Untuk menjadikan KBA Keputih sebagai ikon wisata kampung di Surabaya. Ya, dari informasi yang kudapat, KBA Keputih punya tiga tahap pengembangan. Tahap pertama adalah pembenahan kampung sehingga menjadi Kampung Bersih dan Asri. Tahap kedua adalah pusat wisata edukatif, sisi pendidikan dibangun jua pada tahap ini. Dan tahap ketiga, KBA Keputih direncanakan sebagai ikon Kota Surabaya sebagai kampung edukatif berbasis lingkungan. Dan tahun ini adalah salah satu tahun pencapaian tahap ketiga. Maka tak heran bila anak-anak saja seperti responsible dengan misi itu.
Kami berhenti. Parkir tak jauh dari tulisan MCK Kamunal. Betul. Area ini ternyata adalah area gabungan. Ada sarana olahraga, MCK komunal, rumah kompos, dan water treatment plant (WTP). Tadinya kami pikir lokasinya benar-benar terpisah. Ternyata memang berada di satu area yang sama.
Kami berhenti. Parkir tak jauh dari tulisan MCK Kamunal. Betul. Area ini ternyata adalah area gabungan. Ada sarana olahraga, MCK komunal, rumah kompos, dan water treatment plant (WTP). Tadinya kami pikir lokasinya benar-benar terpisah. Ternyata memang berada di satu area yang sama.
Dan baru sempat memotret rumah kompos, apa yang kami khawatirkan terjadi. Hujan turun. Deras. Sangat deras. Kami tak bisa menghindar lagi. Stuck di rumah kompos. Anak-anakpun berlarian pulang. Dan kami? Kami bagai anak ayam yang berteduh didepan tempat pengolahan sampah organik itu. Memandangi air yang terus ditumpahkan dari langit.
“Gimana kalau kita lari ke warung depan itu”, kataku bosan menunggu. Awan diatas terlalu pekat untuk segera reda. Ada banyak air yang menunggu giliran terjun menyentuh muka bumi. “Itu ada tempat duduknya”, tanya Indah sambal mengamati warung depan. Ya, di depan area ini terdapat rumah yang membuka lapaknya. Dari jauh saya masih bisa melihat ada botol minuman soda, dan kerupuk yang digantung dengan rapi. “Ada deh kayaknya!” kataku sambil juga mengamati dengan seksama. Hujan perlahan mengurangi kekuatannya. Kini gerimis. Dan inilah kesempatan kami berlari secepat mungkin menuju warung depan. Syukurlah, ada penjaganya.
Kami memesan dua minuman dingin berwarna kuning. Minuman sachet rasa jeruk. Mengambil kerupuk sekenanya. Berbeda dengan anak-anak tadi. Penjaga warung yang juga laki-laki ini begitu pendiam. Selepas memberikan gelas berisi minuman lengkap dengan sedotan, ia kembali asyik dengan gadgetnya. Mungkin ia sedang bermain game. Dan sekitar 15 menit lamanya kami numpang berteduh, dan makan kerupuk, kami hanya sempat bersapa singkat. “Mas, air yang disitu bisa diminum?” tanyaku ragu. “Bisa mbak.” jawab lelaki 20 tahunan itu. Indah manggut-manggut. Penjaga warung itu kemudian kembali asik dengan gadgetnya. Indahpun menimpali, “kayaknya emang diminum, itu ada banyak wadah jeriken”. Ya, aku juga ingat. Ada gerobak kecil yang menjadi kendaraan beberapa jeriken berwarna putih. Diletakkan begitu saja tanpa sang empu disekitar. Ini menarik, yang kami berdua tahu, jarang sekali air seperti itu bisa dikonsumsi. Dan bila air hasil WTP KBA Keputih ini bisa diminum, maka boleh kubilang adalah pencapaian yang sangat baik sekali.
Saya dan Indahpun kembali berdiskusi. Bagi kami yang pernah kuliah di jurusan perencanaan wilayah dan kota, bahasan seperti ini asyik sekali untuk dibahas. Akupun ingat salah satu tujuan besar para pemimpin di dunia ini, SDGs, Sustainable Development Goals. Ada 17 poin yang ingin dicapai dalam proses pembangunan. Bukan hanya fisik, melainkan juga non fisik. Dan Kampung Berseri Astra Keputih yang merupakan program Kontribusi Sosial Berkelanjutan Astra memiliki beberapa tujuan pembangunan berkelanjutan. Dari yang kubaca di website Astra, Astra mengembangkan kampung dengan mengintegrasikan 4 pilar program yaitu kesehatan, pendidikan, lingkungan & kewirausahaan. Kolaborasi yang Astra dan kampung-kampung di Indonesia lakukan bertujuan untuk mewujudkan wilayah yang bersih, sehat, cerdas dan produktif. Dengan begitu kualitas hidup masyarakat di wilayah Kampung Berseri Astra dapat tercipta.
Kampung Berseri Astra Keputih ini benar membuktikan hal itu. Bahkan dari informasi yang kudapat, KBA Keputih ini langganan memenangkan lomba Green and Clean Kota Surabaya. Beberapa kali meraih gelar bergengsi itu. Lomba yang tentu saja tak hanya menilik satu kriteria, namun banyak kriteria. Untuk tampil menjadi pemenang tentu menjadi ukuran bahwa masyarakat KBA Keputih benar-benar telah bangkit dari masa lalu. Ya, ada banyak cerita kekumuhan lokasi ini. Bagaimana transformasinya sebelum dan sesudah membuat saya merinding. Pembangunan yang benar-benar mengedepankan lingkungan, ekonomi dan sosial. Plus menjunjung semangat untuk terus maju.
Saking asyik mengobrol, kami lupa waktu. Adzan dhuhur terdengar dari masjid. Kami melihat air telah berhenti mengguyur bumi. Paving basah, namun tak menggenang. Syukurlah. Sudah bebas banjir, pikirku. Dari berita yang kubaca, tempat ini dulunya rawan banjir. Kamipun beranjak. Menuju motor yang kami parkir di area sarana olahraga tadi. Kami kembali menapaki gang yang tersisa. Kami sesekali terhenti melihat tanaman anggur.
Sumber: budiono.net |
Melihat ruang terbuka hijau (RTH) privat yang disediakan dengan cara yang unik dan kreatif. Bayangkan, rumah itu mungil. Namun ia masih memiliki space untuk memelihara tanaman. Hijau dan sejuk. Membuat rumah sederhana terlihat begitu asri.
Kami juga berhenti di dekat masjid. Kami ingat, ada IPAL di sekitar masjid. Dan betul saja, kami melihat tanda IPAL disematkan di pinggir jalan. Misi dan semangat untuk menjaga kesehatan dan lingkungan benar terlihat disini. Ini kali pertama kami melihatnya. Dan sungguh aku kagum. Astra dan masyarakat RW 8 Sukolilo ini sungguh panutan. Panutan untuk terus semangat dalam berbuat. Demi lingkungan, demi kesehatan, dan demi masa depan.
Aku turun dari motor. Sementara Indah masih tetap diatasnya. Di samping kiri zona toga itu, aku menemukan bangunan kecil bertuliskan bank sampah Srikandi. Sayang, sedang tutup. Mungkin pengurusnya sedang dirumah. Pagarnya yang berwarna putih itu digembok. Pintunya tertutup. Di temboknya ditempel mekanisme bank sampah. Di sampingnya ada whiteboard bertuliskan beberapa rekap bank sampah. Komplet sekali walaupun kecil, batinku.
Seorang warga yang sedang membersihkan motornya ku tanya, “Pak, ini bank sampahnya tutup ya?” “Iya mbak, orangnya ada dirumah itu, yang ada tulisannya laundry itu.” katanya sambil menunjukkan arah rumah yang dimaksud. Kamipun berterima kasih. Dan mempersilakan bapak tersebut melanjutkan aktivitasnya.
Aktivitas kampung begitu kental disini. Seorang ibu sedang menyuapi anaknya. Tiga orang bapak-bapak sedang mengobrol di sebuah rumah. Rumah yang persis didepannya ada sepetak toga bersembunyi. Hijau dan komplet. Aku bisa melihat tanaman gandarusa, yang bahkan baru pertama kulihat. Ada juga tanaman jahe, tomat, juga cabai rawit. “Cabai rawit kan vitamin C,” kata Indah sewaktu kami mengobrol tentang tanaman obat keluarga ini.
Kami meninggalkan rimbunan tanaman obat itu. Kembali menyusuri gang yang begitu asri dan sejuk. Tanpa hujanpun, aku yakin, kampung ini begitu asri dan berseri. Taman-taman, tumbuhan-tumbuhan di setiap rumah benar-benar dirawat dengan baik. Bisa dibayangkan bila seluruh rumah di semua kampung itu hijau. Target pemerintah untuk menyediakan Ruang Terbuka Hijau Privat sebanyak 10% dari total wilayah suatu kota itu pasti bisa terwujud. Bahkan terlampaui.
Kami kembali terhenti ketika melihat Rumah Pintar Astra. Memfotonya dari berbagai angle. Disamping Rumah Pintar Astra itu kami melihat dengan jelas ada sebuah sekolah, lengkap dengan papan seluncur. “Mbak, mau dibangun seperti apa lagi? Sekolahnya mau ditinggikan ya?” Teriak seorang warga yang berada tak jauh dari Rumah Pintar. Dari nadanya kami tahu, si ibu begitu bersemangat untuk mengembangkan KBA Keputih ini. Sayangnya kami tak sempat berbincang banyak. Awan dilangit terus bergulung-gulung, menghitam. Hujan mungkin akan turun lagi. Dan lagi kami punya janji menghadiri suatu acara. Kami harus pulang.
Motorpun kembali menyala, membawa aku dan Indah menjauh dari kampung ini. Selamat tinggal, semoga bisa kembali kesini!
--
20 Desember 2018. Dalam diaryku, aku mencatat. Hari itu aku mendapat wawasan baru. Wawasan yang mencambukku untuk tetap semangat menjadi lebih baik. Kampung Berseri Astra (KBA) Keputih mempunyai semangat yang luar biasa untuk maju. Untuk bisa menjadi ikon kampung wisata di Surabaya. Semoga ada banyak kampung-kampung lain yang terinspirasi untuk menjadi baik seperti KBA Keputih ini. Dan semoga Astra tak pernah lelah mendampingi para masyarakat di seluruh pelosok kampung di Indonesia untuk melihat potensi dan membabat habis masalah di dalamnya. Kalau KBA Keputih saja bisa, maka tak mustahil bagi kampung lain untuk berbenah juga.
--
20 Desember 2018. Dalam diaryku, aku mencatat. Hari itu aku mendapat wawasan baru. Wawasan yang mencambukku untuk tetap semangat menjadi lebih baik. Kampung Berseri Astra (KBA) Keputih mempunyai semangat yang luar biasa untuk maju. Untuk bisa menjadi ikon kampung wisata di Surabaya. Semoga ada banyak kampung-kampung lain yang terinspirasi untuk menjadi baik seperti KBA Keputih ini. Dan semoga Astra tak pernah lelah mendampingi para masyarakat di seluruh pelosok kampung di Indonesia untuk melihat potensi dan membabat habis masalah di dalamnya. Kalau KBA Keputih saja bisa, maka tak mustahil bagi kampung lain untuk berbenah juga.
Keren buangeettt Eta.
ReplyDeleteSemoga artikel ini menemukan takdir terbaiknya
Aku gak ikuuut hahaha
Deletehehehe artikel ini ga diikutkan lomba kok mbak..
btw makasih mba Nurul udah main main kesini. :)
Nyesel deh gak ikutan liputan disini, sepertinya tempatnya asyik buat dijadiin pemmvelpembe lingkungan dan sosial
ReplyDeleteiya bagus mba pemberdayaannya..
DeletePenasaran dengan Rumah Pintarnya, sayang penjelasan kurang detail
ReplyDeleteWah iya mbak, waktu kesana tutup soalnya, jadi gak bisa gali info lebih banyak lagi. Semoga next time bisa kesana dan cerita-cerita lagi, ehehee
Delete