Tulisan ini mungkin akan terbaca –bertendensi- seperti curhat. Tetapi
percayalah, ini bukan curhat. Ini sarana untuk menguatkan saya, teman-teman,
juga siapapun yang membaca dan merasakan ini. Hehe
--
Di umur 25 tahun, saya mulai
mendapat pertanyaan, Tata kapan menikah?
Mbak kapan menikah? Dek kapan nikah? Nduk
kapan nikah? Like everybody want to know about the color of my super short socks.
That’s okay. I never say the question is totaly wrong. Karena bahkan, seorang
bule asal Italia --seumuran ibu saya-- yang saya temui di sebuah bandara
menanyakan hal yang sama, are you
married? Marry is important, he said.
Entah kenapa, saya selalu
berusaha membaca situasi. Bagaimana cara orang tersebut bertanya, pertanyaan
basa basi atau pertanyaan yang truly care
for me. Yep, i even can tell. Well, i was born in April after all, whats makes
you think i can’t tell your bulshit? : )
*kalem
Beberapa memang bertanya karena care, tetapi beberapa bertanya hanya untuk
mengukuhkan eksistensi mereka –atas diri mereka sendiri-. Terutama mereka
adalah orang yang bahkan juaraaaaaang sekali bertemu. Bertemu setahun sekali,
atau bahkan baru bertemu setelah lulus sekolah. And that’s pain. Kenapa pertanyaan basa-basinya adalah menikah. Yang
which is, kita juga tidak bisa
merencanakan. Seperti kapan kita akan makan siang saat weekend.
Saat seseorang --dengan tipe demikian--
bertanya, “Ta, kapan nikah? Kita aja udah punya anak dua?” I wish i can answer, “Hmm aku tahu anakmu sudah dua. Tapi kamu tahu
gak, tahun lalu aku ke Palembang, aku ke Jakarta, aku ke sana, ke sini, ini
habis pulang dari sini blablabla... Kamu kapan jalan-jalan kaya aku?” Tetapiii,
ternyata saya tak sampai hati. Pernyataan dan pertanyaan itu hanya berhenti di
saraf otak saja. Tak mulus turun ke mulut. Mungkin karena saya masih punya
hati.
Sesungguhnya, bukankah hal yang
terjadi dalam hidup kita adalah pilihan. Bertanya kapan menikah, dengan bertanya
kapan liburan dengan konteks demikian adalah sama-sama menyakitkan. Saya tahu
bagaimana susahnya mengurus anak. Satu hingga 3 bulan kelahiran, setidaknya
para orang tua harus begadang, karena jam tidur anak terbalik. Siang
tiduuuuuuur, malam mata terbuka. Tetapi disaat anak tidur, di siang hari, kalau
tak punya orang yang membantu urusan rumah, urusan rumah menyesaki waktu untuk
istirahat. I know, thats super tired. Jangankan
liburan, makan aja nyuri-nyuri waktu.
No no no.... Jangan diasumsikan
saya belum menikah karena hal demikian.
Saya masih 26 tahun. Dan buat
saya menikah sekali saja seumur hidup. Saya juga sangat paham bahwa Lahir,
Menikah, Mati, seluruhnya telah ditetapkan bahkan saat kita belum tahu gimana
rasa air susu ibu.
Begitulah._.
Dan sesuatu yang sudah digariskan tidak akan bisa
dipercepat, atau diperlambat. Tadi sore, selepas magrib, randomly saya buka Al Quran. Dan membaca satu ayat yang ternyata
berarti, Ketetapan Allah pasti datang,
maka janganlah kamu meminta agar dipercepat (datang)nya. Mahasuci Allah dan Mahatinggi
Dia dari apa yang mereka persekutukan [Qs.
An-Nahl, ayat 1].
--
HPL sudah ditetapkan saja masih
bisa meleset kan? Karena Allah tahu kapan bayi akan lahir. Dan jarum opname tak
akan bisa menunda kematian seseorang. Karena Allah sudah menggariskan sampai
kapan seseorang hidup.
Sama halnya dengan menikah. Kita
mungkin bisa berencana, besok menikah. Tetapi, bagaimana bila ternyata satu jam
sebelum kita menikah, kita sudah diminta menghadap Ilahi? Bagaimana kalau
ternyata calon suamimu, yang akan menikah denganmu, datang dengan anak dan
istrinya yang lain, dan ternyata membuat pengakuan telah menikah. That’s happened around us.
So, why you bother to ask us, kapan menikah? We seriously don’t need that to just make you seems really care to us. And let me tell you. Menikah adalah
topik yang sensitif. Sensitif sekali. Berhati-hatilah. Tidak semua orang suka basa-basi,
kapan menikah.
Seharusnya, berdo’a saja ketika
kamu tahu kami belum menikah. Itu akan lebih bisa kami terima dengan hati yang
lapang, dan dengan gembira. Walaupun kami juga tahu, do’a itu mungkin hanya di
mulut saja. Tetapi percayalah, kami tahu Malaikat ada disekitar kita. Mereka
bisa kapan saja meng-amini kata-kata yang terucap. Sengaja atau tidak.
--
Dan untuk saya, kamu, siapapun
yang membaca tulisan ini dan ternyata juga belum menikah setelah umur 25 tahun.
Percayalah, Allah mboten sare. Berdo’alah.
Berdo’alah kepada Rabb-mu. Jangan stress. Jangan depresi. Kamu tidak sendiri. Allah
sayang kok sama kita, that’s why segala sesuatunya Allah atur agar kita selalu
berada di jalan yang lurus dan mendapat ridho dari-Nya. Termasuk tanggal
pernikahan kita.
JANGAN PERNAH sekalipun BERPUTUS
ASA dari RAHMAT ALLAH. Teruslah ber-ikhtiar. Mari terus berusaha agar kita
mencapai titik yang digariskan Allah.
--
with so much love,
Tata.
Tata.
PS. Artikel ini juga saya dedikasikan untuk kamu,
teman yang rela tidak tidur di perjalanan Makasar-Surabaya hanya untuk
bercerita ini dan itu. I love you, pal!
❤❤❤
ReplyDeleteI feel the pain hahhaa.. (malah curhat), saya sempet berada di zona "berang" setiap kalo ditanya.. kek rasanya pingin tanya balik " kapaan mat.... "Gak tega" ?" . Saya bahkan gak tahu mana yang peduli, mana yang cuma kepo, buat saya semua orang berasa nyinyir. Hahhaa.. sering stress dan berakhir males ketemuan. Tapi kemudian saya mikir, gimana caranya saya bisa menerima pertanyaan mereka, dengan lapang dada dan gak pingin ngajak perang lagi. Sama halnya ketika dulu saya berpikir mereka semua "nyinyir" , sekarang saya berpikir " ada doa dalam pertanyaan mereka " hahhaha.. menghibur diri biar gak sakit hati.. 😭😭😭😭 .. terima kasih, karena tulisannya sudah mewakili. Hahaha..
ReplyDeleteSemangat mbak.. Mari buktikan aja, eksistensi kita bukan cuma buat nikah di umur 25 doang. We have a lot of positive things to do and to make them all open their eyes. :) semoga kita menemukan jalan dan tujuan yg baik, :) *peluuk
DeleteAnother quarter life crisis ya kak!
DeleteMost of us feel the same.
Nggak perlu gue komenin, tulisan dan komen para reader sudah mewakili banget.
Kapan kapan kalau ketemu mari bahas secara mendetail seperti biasa.
Big hug and love ❤❤❤❤
Alright capt!
DeleteSee ya.. :)
Thats happen to me right now. Hehe
ReplyDeleteBtw, kita seumuran. Salam kenal ya mbak
Wah toss! Salam kenal juga mbak. 😘
DeleteGak tau banget nih sama lingkungan kita nih mbak hahhaa tetap syemangat!😆
aku walopun udah nikah, suka kesel juga kalo ada orang-orang yang lebih tua bertanya dengan sinis ke temen2 sebaya soal kapan dan kapan. pertanyaan "kapan" ini itu ga bakal berenti juga walopun udah nikah mba weheheh kudu sabar aja dah jadi perempuan xD
ReplyDeleteWah iya juga ya mba, kapan punya anak, kapan punya rumah kapan blabalblaaaa OHMYGOD. bener banget deh mbak. :(
DeleteIni mengena bangeeet, saya lagi ngalamin juga mbak. Andaikan mereka semua baca ini. Kalo gak bener2 care, mendingan gak usah tanya sekalian gtu yaa, drpd meninggalkan luka di kita. hihi
ReplyDeleteAh tapi yasudahlah, percaya takdir Allah saya 😇
hehehe insyaallah semuanya sudah diatur oleh sang kuasa mbak, bismillah saja.
Delete