Ta.

It's all about lifestyle in a city

PENGALAMAN UMROH MANDIRI BERSAMA IBU

My best view of 2023, alhamdulillah 😍

“Umroh itu bukan ibadah bersama-sama, umroh itu ibadah mandiri, maka bapak ibu harus paham apa yang dilakukan saat umroh.” Kurang lebih begitulah pesan Ustad Faridl, pembimbing umroh kami, saat manasik. Walau aku tak ingat persis kalimat yang beliau ucapkan, namun aku sepakat dengan apa yang beliau sampaikan. Kendati berangkat dari Indonesia beserta rombongan, plus serangkaian kegiatan di tanah suci dilakukan berkelompok, namun sama halnya dengan salat wajib, “rangkaian” umroh mulai dari miqat hingga tahalul menjadi urusan pribadi, alias perkara mandiri antara manusia dengan pencipta-Nya.

***

Minggu lalu, adik tingkatku saat kuliah, Febri, tiba-tiba menanyakan perihal umroh melalui Whatsapp chat. Singkatnya, ia menanyakan panduan ibadah selama umroh. Bermula dari percakapanku dengannya, aku terinspirasi untuk membuat tulisan tentang pengalaman umrohku ini. Karena aku yakin banyak muslim dan muslimah yang juga ingin tahu mengenai proses umroh di tanah suci. Utamanya yang ingin melakukan umroh mandiri. Semoga bermanfaat…..😊


***

Well, aku selalu bersyukur bisa umroh ke tanah suci. Syukur itu terus bertambah, terutama karena November lalu aku umroh bersama ibu. Akhirnya setelah terus menerus memintanya lewat doa, Allah mewujudkan perjalanan suci ini. Perjalanan yang kembali menghadirkan beragam pengalaman di setiap kegiatan. Ya, berbagai kegiatan kami lakukan di tanah suci. Mulai dari kegiatan simpel seperti beli kurma ruthob dan memakannya di pelataran masjid, hingga yang khusyuk seperti tawaf dan salat. Dari beragam kegiatan selama 'traveling' ke tanah suci, tentu saja yang paling berkesan adalah saat umroh itu sendiri.😊

Sebelum aku cerita pengalaman umrohku bersama ibu, sepertinya aku perlu menggaris-bawahi, kalau umroh mandiri yang aku tulis disini bukan umroh secara keseluruhan. Namun murni serangkaian “ritual” umrah, mulai dari mengambil miqat hingga tahalul. You know, ada pemahaman yang keliru antara penyebutan umroh dengan “ritual” umroh itu sendiri. Saat kita ke tanah suci yang biasa disebut dengan umroh, sebenarnya disana bukan hanya umroh saja, namun banyak hal yang bisa dilakukan. Utamanya tentu memperbanyak ibadah kepada Allah.

Sementara prosesi umroh itu sendiri adalah serangkaian kegiatan yang sebenarnya bisa dilakukan dalam 4 hingga 5 jam saja. Itulah kenapa belakangan ini ada free visa umroh untuk penumpang Saudia Airlines juga Flynas Airlines yang singgah di Bandara Jeddah selama 96 jam. Durasi itu dianggap sangat cocok untuk umroh dalam keadaan transit. Sooooo, kalau kamu sedang mencari artikel mengenai umroh mandiri secara keseluruhan ---berangkat sendiri tanpa travel dari tanah air--- maka maaf, saya tidak menuliskan itu. But.., aku harap pengalamanku ini akan membantu kamu dalam mempersiapkan proses inti umroh itu sendiri, baik dengan menggunakan travel ataupun dengan konsep backpacker.πŸ˜‰

***


Kamis, 23 November 2023

Pagi itu aku dan ibu salat subuh di area mataf alias pelataran kabah. Kami baru beranjak dari area masjid setelah suruq. Kami berjalan beriringan kembali ke hotel untuk sarapan, kira-kira pukul 7.30. Pelataran masjid telah nampak sepi. Udara sejuk dan cahaya matahari sudah cukup menghangatkan badan. Hari itu kami punya misi untuk menunaikan umroh kedua secara mandiri, pisah dari rombongan.

Malam sebelumnya kami sepakat untuk tidak ikut rombongan ke Kota Thaif. Alasannya, perjalanan ke Kota Thaif memakan waktu seharian, fisik ibu tidak kuat, begitu pikirku. Toh akan lebih baik jika diisi dengan ibadah saja di Masjidil Haram. Syukurlah, ibu setuju. Malam itu juga aku pamit ke Ustad Faridl, pembimbing perjalanan kami, kalau aku dan ibu akan tetap di Mekah saja untuk umroh mandiri.


Selepas sarapan, kami kembali ke kamar, untuk mandi ihram dan bersiap-siap. Betul, langkah pertama sebelum umroh adalah mandi besar yang diniatkan sebagai mandi ihram. Saat berumroh, wanita dilarang menggunakan wewangian. Maka saat mandi ihram perlu dipastikan menggunakan sabun juga sampo tanpa tambahan pewangi. Aku sudah mempersiapkan toiletries tanpa wewangian dari Indonesia. Alhamdulillah, ada salah satu local brand yang memproduksi kebutuhan toiletries juga skincare khusus untuk umroh dan haji.

Baju ihram pun demikian. Jauh-jauh hari sebelum packing, aku sudah mencuci dan menyetrika perlengkapan umroh tanpa pewangi. Ohya, kalau laki-laki diwajibkan memakai kain ihram, perempuan dapat memakai baju biasa, yang penting menutup aurat dan tidak ketat, plus tidak terawang tentunya. Warnanya-pun boleh apa saja. Bagi laki-laki yang ingin menuju area mataf kini juga wajib menggunakan kain ihram, tidak hanya saat proses umroh saja. Jadi jangan lupa untuk membawa beberapa kain ihram ya bapak-bapak! 😎

Setelah persiapan semua beres, pukul 9 kami mulai keluar hotel. Tujuan kami jelas: miqat di Masjid Aisyah atau Tan'im. Ini adalah satu dari lima tempat miqat di tanah suci. Masjid Aisyah menjadi tempat miqat terdekat dari Masjidil Haram, kurang lebih 7 km di arah utara. Kenapa dinamakan Masjid Aisyah? Ada sejarahnya. Saat haji Wada' di tahun 9 Hijriah, Bunda Aisyah, istri Rasulullah SAW, sedang haid sehingga tidak dapat melakukan tawaf. Setelah beliau kembali suci, beliau mengambil miqat di masjid ini. Sederhananya, miqat saat umroh adalah proses menjatuhkan niat untuk umroh. Hukumnya wajib dilakukan pertama kali sebagai satu rangkaian umroh. Setelah mengambil miqat, kita wajib menaati hukum-hukum larangan ihram.

Ohya, sebagai konteks, selama di Mekah saya menginap di Hotel Anjum. Hotel yang lebih dekat dengan area perluasan Masjidil Haram. Selain lobi utama, hotel ini memiliki area basement yang cukup luas, menghubungkan hotel dengan jalan terdekat menuju masjid. Di depan entrance hotel ini pula terdapat beberapa taksi yang siap mengantarkan para jamaah menyusuri Kota Mekah dan sekitarnya, termasuk jamaah yang akan mengambil miqat ke Tan'im.

Pintu masuk Hotel Anjum yang menghubungkan hotel dengan jalan ke arah Masjidil Haram

Aku dan ibu berjalan melewati lobby utama dan oudoor restaurant, kemudian masuk lift yang terhubung ke area basement. Aku pencet tombol B, dan liftpun bergerak tak sampai satu menit. Sampai di basement, aku mengisyaratkan pada ibu untuk berhenti sejenak di depan mesin ATM. Aku perlu mengambil uang untuk ongkos taksi, karena uang Riyalku sudah habis. Cepat aku masukkan kartu debit berlogo VISA milikku ke mesin ATM. Beberapa kali aku menekan pilihan di layar, termasuk memasukkan pin, dan keluarlah selembar uang pecahan 500 Riyal. Tak sampai 2 menit aku sudah kembali mengantongi kartu debit itu, plus selembar uang kertas.

Aku dan ibu kembali melangkahkan kaki. Aku lihat ada dua taksi putih yang mangkal disana. Kedua sopir itu sigap melihat kami, namun aku memilih fokus pada sopir yang antri paling depan. Aku mendekati mobilnya dan menanyakan pada beliau apa bisa mengantar kami ke Tan’im. Dalam bahasa inggris kami bercakap-cakap. Saat aku bertanya berapa tarifnya, dengan jelas dia mengatakan 50 Riyal untuk pulang-pergi. Akupun setuju tanpa menawar lagi, karena memang harga pasarannya di angka itu. Wait, dari mana aku tahu? Malam sebelumnya aku sudah menanyakan pada muntowif kami tentang harga taksi ke tempat miqat ini. Alhamdulillah tanpa ba-bi-bu lagi kami melenggang masuk ke kursi belakang.

Aku dan ibu menuju Tan'im 😍

Taksi kami melaju tidak terlalu kencang, juga tidak lambat. Jalanan tampak lengang, mungkin masih pagi, pikirku. Mobil sedan itu hanya berhenti sejenak di beberapa traffic light. Tak lama kami sampai. Perjalanan menuju Masjid Aisyah kira-kira ditempuh dalam 15 hingga 20 menit saja. Kami tiba di area parkir depan masjid yang cukup sepi pagi itu. Taksi yang kami tumpangi-pun bisa mendapat parkir di area yang sangat dekat dengan arah pintu masuk masjid.

Aku dan ibu sigap keluar mobil. Sebelum meninggalkan area parkir tak lupa aku memfoto nomor taksi itu, agar nanti mudah dikenali saat kembali. Maklum ada puluhan taksi berwarna putih di area parkir. Namun ini hanya untuk berjaga-jaga saja, karena pak sopir umumnya mengenali penumpangnya.

Saat mengambil miqat di Masjid Aisyah, ada hal yang perlu diperhatikan. Masjid ini terbuka 24 jam. Di saat tertentu masjid ini memang sepi, namun seringnya sangat berjubel. Selayaknya masjid, kita bisa menemukan toilet untuk mandi dan berganti kain ihram, juga tempat wudhu. Pagi itu karena aku dan ibu sudah berwudhu, kami langsung masuk area masjid khusus untuk perempuan seraya berdoa, “Ya Allah, bukakanlah untukku pintu-pintu rahmatMu”.

Masjid Aisyah pagi itu πŸ’—

Ada dua tempat salat khusus perempuan di masjid ini. Satu di area utama masjid (lama) dan di area perluasan. Aku sudah coba keduanya, dan entah kenapa aku lebih suka vibe area utama masjid. Terasa lebih orisinal. Ohya sama seperti di Masjid Quba, disini ada pula penjaganya (askar), yang biasanya meminta agar jamaah tertib dan segera bergantian dengan jamaah lain.

Aku dan ibu membentangkan sajadah di saf kedua. Salat dua rakaat dan berdoa. Doa agar dimudahkan dalam umroh kali ini. Kami juga melafalkan niat umroh selepas salat. Kami tentu ingin menikmati ibadah kami di masjid ini, namun karena tempat terbatas dan mengingat perjalanan masih panjang, kami memutuskan segera kembali ke Masjidil Haram. 

Ketika kami kembali ke area parkir, driver taksi yang kami tumpangi tadi menyambut kami.
"Sister, here…,” serunya sambil menunjukkan jalan menuju taksinya.
See? Pak sopir taksinya ingat kok sama penumpangnya, hehehe
Kamipun membuntutinya dan masuk ke bangku belakang. Sebelum taksi bergerak, aku dan ibu kembali melantunkan niat dan kalimat talbiyah, labaikallah humma labaik...

Beliau lantas menghidupkan mesin dan mulai bergerak ke jalan utama. Namun tak sampai 500 meter, pak sopir mengarahkan mobilnya masuk ke area pengisian bahan bakar tanpa bicara apapun. Tak apa, pikirku, daripada dorong kehabisan bensin, hehehe. Tanpa antri, pengisian bahan bakarpun tak sampai 5 menit selesai. Kamipun kembali melaju di jalanan Kota Mekah yang lebar, dan alhamdulillah tanpa macet. Sepanjang jalan kami terus mengucap kalimat talbiyah. Hingga tak terasa kami kembali ke area Masjidil Haram. Kami diantar hingga sekitar Hotel Hilton/Jabal Omar. Kami turun, mengucapkan terima kasih, dan tak lama kami sudah berbaur dengan ribuan jamaah yang mondar-mandir di pelataran Masjidil Haram. Kami melangkah pasti dengan niat umroh karena Allah.

Kami terus melenggang tanpa ragu. Sewaktu melewati toilet perempuan (WC 4), aku bertanya pada ibuku apakah ingin ke toilet dulu atau tidak, karena jika sudah di dalam area masjid tidak ada toilet, namun beliau bilang tidak. Maka kami-pun terus berjalan mendekat ke area kabah untuk tawaf. Sesampainya di dekat Hajar Aswad kami mulai tawaf dengan mengucap “Bismillahi-Allahu-Akbar”. Kira-kira jam menunjukkan pukul 10.30. Cuaca mulai panas walaupun tidak terik. Umroh Bulan November sudah cukup sejuk udaranya dibanding bulan-bulan sebelumnya.

Aku terus menggandeng ibu selama proses tawaf. Melewati Maqam Ibrahim, Hijr Ismail hingga ke Rukun Yamani dengan langkah pelan tapi pasti. Hingga 7 kali putaran kami akhiri dengan mencari tempat salat di area salat perempuan di belakang Maqam Ibrahim. Kira-kira sejajar dengan area multazam, kami berhenti, menghadap kabah lalu salat dua rakaat. Aku kembali memohon ampun dalam salatku dan tak terasa air mata menetes. Sungguh begitu banyak dosaku tapi Allah dengan kasih sayang-Nya memberiku begitu banyak rizki. Alhamdulilaah, alhamdullilah, alhamdulillah..

Alhamdulillah, tawaf kami selesai, semoga Allah mengambulkan doa-doa kami, aamiin..

Kami tak buru-buru. Kami nikmati perjalanan “ritual” umroh yang hanya berdua saja ini. Kami bisa se-nyaman mungkin mengatur ritme berjalan kami, berdoa kami, sujud kami. Umroh mandiri terasa lebih nikmat karena tidak terburu-buru dengan "keinginan" rombongan. Setelah selesai berdoa dan badan sudah kembali “cukup normal” dari lelahnya berputar tujuh kali, kami bergerak menuju tempat dimana tong-tong air zamzam diletakkan. Kami meneguk zamzam yang sangat segar. Melepaskan seluruh dahaga kami dari pukul 9 tadi. Setelah minum zamzam, aku sempat memfoto ibu. Tapi sayang matahari sudah cukup tegak diatas, terlalu banyak cahaya yang masuk, hehehe.. Ya sudahlah..

Kami bergegas menuju Bukit Safa untuk melakukan step ketiga dalam rangkaian umroh: sai. Hampir masuk waktu duhur. Prediksiku kami akan salat duhur di tengah-tengah perjalanan antara Bukit Safa dan Marwah. Tak apa, kami tetap semangat. Inti dari proses sai adalah menyusuri lembah antara Bukit Safa dan Marwah sebagaimana dilakukan Bunda Siti Hajar. Jarak antara area mataf ke Bukit Safa ini cukup dekat, dan ada petunjuk yang jelas. Selama di tanah suci, jangan takut tersesat! Minta selalu sama Allah agar langkah kita selalu dipandu, terutama di masjidnya yang agung itu. InsyaAllah, Allah akan menunjukkan jalan yang baik.

Tepat berada di Bukit Safa, kami memanjatkan doa, menghadap ke arah kabah. Selesai berdoa kami mulai melangkah menuruni Bukit Safa. Menyusuri pelataran/lembah hingga kembali sedikit menanjak di Bukit Marwah. Sampai disana, kami kembali berhenti, mengarah wajah pada kiblat dan berdoa. Begitu seterusnya hingga tujuh kali. Aku ingat, siang itu kami berdiri diantara orang-orang (kemungkinan) Uzbekistan yang tinggi-tinggi dan tegap. Kami seperti tenggelam di antara kerumunan. Namun kami tak gentar. Ibadah ini karena Allah, InsyaAllah, Allah yang membimbing langkah kami. Begitulah keyakinanku, selalu.

Berbeda dengan tawaf yang dimulai dari Hajar Aswad dan selesai di titik yang sama, hitungan sai dimulai dari Bukit Safa ke Bukit Marwa sebagai 1 kali perjalanan, dan dari Bukit Marwa kembali ke Bukit Safa juga dihitung sebagai 1 kali perjalanan. Jadi total 1 putaran adalah 2 kali perjalanan. Artinya selama 7 kali bolak-balik antara Bukit Safa dan Marwa, kita akan menginjakkan kaki 4 kali di Bukit Safa dan 3 kali di Bukit Marwa. Selesai. Sampai pada hitungan ke tujuh di Bukit Marwah kita harus keluar di pintu sebelah bukit Marwah.

Seperti yang sebelumnya aku prediksikan, saat hitungan perjalanan kelima, adzan dzuhur berkumandang. Kami-pun menepi, mencari saf perempuan di lembah antara Bukit Safa-Marwah itu. Di sana, kami ikut menunaikan salat dzuhur berjamaah plus salat jenazah. Setelahnya kami menuntaskan perjalanan keenam dan ketujuh sebelum akhirnya keluar setelah menuntaskan proses sai kami.

Alhamdulillah, umroh kedua sudah kami tunaikan

Miqat-Tawaf-Sai. Ketiganya sudah kami rampungkan. Namun, masih ada satu rangkaian umroh lagi yang perlu kami tuntaskan, yaitu tahalul alias memotong rambut. Tahalul menjadi rangkaian terakhir umroh setelah sai yang wajib ditunaikan oleh jamaah umroh agar hukum larangan ihram tidak berlaku lagi. Aku dan ibu mencari tempat yang agak sepi dan teduh untuk beristirahat di luar area masjid. Kami duduk dan kembali menenggak air zamzam, sambil berhati-hati memotong ujung rambut kami agar tidak terlihat. Tahalul menurut panduan ustad kami boleh dilakukan di dalam kamar hotel, terutama untuk perempuan agar aurat tidak terlihat di tempat publik. Namun alhamdulillah kami melakukannya dengan hati-hati sembari beristirahat saat itu.

Tak lama, setelah merasa energi kami sudah kembali, kami kembali ke Hotel. Kami makan siang dahulu di restoran hotel sebelum istirahat ke kamar. Aku sungguh bahagia siang itu. Umroh bersama ibu yang aku impi-impikan akhirnya terlaksana dengan lancar tanpa kendala apapun. Hari itu sudah umroh kedua, dan dengan fisik ibu di usia lanjut, aku tak akan mengajak beliau untuk umroh ketiga. Aku hanya terus berharap, semoga Allah mengundang kami di lain waktu. Aamiin...

Well itu saja pengalaman yang ingin aku bagi. Semoga kamu bisa segera umroh ya! Dan dilancarkan prosesnya, aamiin... 😊
 


Share:

The Best Sportswear for Women from Cosmolle to Kick off A Healthy Day

In the fast-paced world we live in, maintaining a healthy lifestyle is paramount. From the food we eat to the activities we engage in, every choice plays a role in shaping our well-being. Today, let's explore a crucial yet often underestimated aspect of a woman's daily routine – the right sportswear.

Elevate Your Comfort with Cosmolle's Underwear Collection

Comfort begins with the basics, and when it comes to sportswear, the foundation is crucial. Ladies, it's time to bid farewell to discomfort and embrace Cosmolle's collection of comfortable Ultrafine Mesh Thong for women. Designed with your active lifestyle in mind, these undergarments provide the perfect blend of support and breathability, ensuring you stay comfortable throughout your day.

Pick your favorite here: ultrafine mesh thong

The Power of High Waisted Leggings

Are you tired of readjusting your leggings during workouts or feeling constricted in the wrong places? Say hello to a game-changer – high waisted leggings. In the realm of women's activewear, these leggings have become a staple for good reason. Let's delve into the benefits and reasons why they are a must-have in every woman's wardrobe.

Comfort Meets Style

Cosmolle understands that comfort doesn't mean compromising on style. Their high waisted leggings not only provide exceptional comfort but also boast a trendy and flattering design. Whether you're hitting the gym, going for a run, or simply running errands, you can do it all in style without sacrificing the comfort you deserve.


Breathable Fabrics for every Activity Level

One size does not fit all when it comes to activewear fabrics. Cosmolle offers a range of breathable fabrics tailored to different activity levels. From moisture-wicking materials for intense workouts to soft, stretchy fabrics for yoga sessions, you can find AirWear Free Cut Thong the perfect match for your lifestyle. Stay dry, comfortable, and focused on your fitness goals.


The Confidence Boost

Wearing the right sportswear isn't just about physical comfort; it's about boosting your confidence. Cosmolle's collection is designed to enhance your natural curves and make you feel unstoppable. When you look good, you feel good, and that confidence can be a game-changer in achieving your fitness and lifestyle goals.

Versatile Functionality

Gone are the days when sportswear was confined to the gym. Cosmolle's collection seamlessly blends style and functionality, making it suitable for various occasions. Transition effortlessly from your workout to brunch with friends or a casual day out – because who says activewear can't be versatile?

Invest in Your Well-Being

When it comes to sportswear, quality matters. Cosmolle's commitment to excellence is evident in the durability and craftsmanship of their products. Investing in high-quality sportswear is an investment in your well-being. Say goodbye to the constant cycle of replacing worn-out activewear, and hello to long-lasting pieces that stand the test of time.

Empower Your Day with Cosmolle

In conclusion, the key to kickstarting a healthy day lies in the sportswear choices you make. Cosmolle's activewear bodysuit and high waisted leggings redefine activewear, offering a perfect blend of comfort, style, and versatility. Elevate your confidence, embrace your active lifestyle, and empower yourself with sportswear that understands and supports your every move. It's time to make every day a healthy and stylish adventure.


Share:

Eco-Lifestyle Ala Hoka Hoka Bento [Hokben]

Hokben bukan restoran baru, tahun ini restoran berkonsep Jepang itu berumur 38 tahun. Kabar baiknya, di usianya yang hampir menyentuh angka 40, HokBen berkolaborasi dengan start up lingkungan hidup yang sangat peduli terhadap sampah plastik yaitu dengan Rebricks. Saya baru tahu saat buka puasa di Hokben Polisi Istimewa Surabaya minggu lalu.

Setelah saya kulik di instagram resminya, ternyata memang benar.


HokBen mengajak para customernya untuk mengumpulkan kembali plastik mika bekas khusus HokBen yang nantinya diserahkan kepada Rebricks untuk diolah kembali menjadi bahan bangunan yaitu eco roster. Faktanya, saat ini sudah ada 20 gerai HokBen yang menggunakan roster dari olahan plastik mika bekas HokBen. HokBen kini berkomitmen bersama Rebricks akan mengolah 1 ton sampah plastik mika selama 1 tahun. Keren ya! Restoran yang sudah berusaha sadar lingkungan.

Selain itu HokBen juga berkolaborasi dengan Boolet, start up lingkungan hidup yang mengolah kembali sumpit bekas HokBen menjadi suatu barang bernilai. Setelah melalui proses pencucian, sterilisasi, kemudian sumpit di proses menggunakan mesin press hidrolik. Restoran yg sudah banyak gerai di seluruh Indonesia itu juga bekerja sama dengan pengrajin lokal dimana sumpit diproduksi menjadi produk rumah tangga seperti tatakan gelas, gantungan kunci, mainan anak, dudukan hp dan lainnya.

HokBen dan Boolet berkomitmen mengolah 30 ton sumpit bekas HokBen dalam waktu 1 tahun ini. Konon, selama bulan Januari – Maret 2023 sendiri HokBen telah berhasil mengumpulkan lebih dari 2000 kg sumpit bekas sekali pakai dari gerai HokBen di area Jabodetabek.

Hasilnya? Mau lihat nggak? Saya punya nih tatakan gelas dari sumpit hokben, tampilannya keren banget.


---

PS. Sekarang di Hokben ada Fried Chicken Tofu lhoo, buat penggemar tahu hokben yang kenyal dan tidak masam, ini kabar seru sepertinya ya, hehe.. Saya sempat mencoba saat buka puasa dengan menu Bento Ramadan 4.

Share:

PR KELOLA SAMPAH: PEMDA, BELAJARLAH DARI IDE ZERO WASTE CITIES

Kondisi Tumpukan Sampah TPA Benowo, Surabaya

Sumber foto: Andy Satria/Radar Surabaya


Bicara sampah, saya selalu ingat novel Aroma Karsa karya Dee Lestari. Bayangan akan gunungan sampah di TPA dengan berbagai macam bau menyengat hadir saat membaca novel itu. Pada satu bagian, saya bahkan ingin ikut muntah saat membayangkan bau menusuk dari kol busuk. Dan menarik napas lega saat Dee menuliskan bau manis sekaligus segar dari kulit mangga. Sampah hingga kini masih menjadi fokus utama dalam penataan kota, sehingga memerlukan kesungguhan dalam pengelolaannya.

Pengelolaan sampah, sebuah tantangan mengendalikan hasil produksi ‘barang’ yang tak diharapkan, namun sayangnya lekat dengan kehidupan. Produksi ‘barang’ ini bagi sebagian besar masyarakat dianggap tidak memiliki added value dan sebaliknya menimbulkan banyak macam persoalan seperti bau busuk, sarang berbagai penyakit, dan mencemari pandangan. πŸ˜₯Pada kondisi eksisting, praktik pengelolaan sampah menemui kendala yang tak sedikit, salah satunya kesadaran. Baik kesadaran masyarakat maupun kesadaran pemerintah.

Layaknya perdebatan ayam dan telur, pengelolaan sampah menimbulkan perdebatan panjang, siapakah yang akan memulai lebih dulu. Atau menyisakan tanya, siapa yang bertanggung jawab untuk mengelola? Pemerintah-kah? Atau masyarakat? Pada sisi masyarakat, ada yang bilang, “ya itu urusan pemerintah kan sudah bayar pajak!” Senada, pada sisi pemerintah hanya mengandalkan business as usual, “yang penting kita mengalokasikan anggaran pengelolaan sampah setiap tahun.”

Padahal, tidak! Tidak demikian. Pengelolaan sampah harus dilakukan bersama-sama, bersinergi antar para stakeholder karena proses satu dan lainnya berkaitan. Namun tentu saja, sudah ada porsi masing-masing dalam partisipasinya mengelola sampah. Walau demikian, dalam hal ini pemerintah memiliki tanggung jawab paling krusial dari setiap proses pengelolaan sampah. Pemerintahlah yang memegang kunci utama keberhasilan pengelolaan sampah pada suatu daerah.

kelola sampah tanggung jawab pemerintah
Sampah menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah daerah. Saya ingat saat menjadi tenaga ahli pengesahan Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTR) sebuah kabupaten baru, pemerintah daerah kebingungan saat diminta menentukan letak TPS dan TPA yang sama sekali belum mereka miliki. Di lain waktu, saat menyusun dokumen teknis Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), pemerintah daerah tak bisa memberikan keputusan lahan mana yang akan digunakan sebagai TPA, padahal pemerintah provinsi melalui PERDA RTRW Provinsi telah mengamanatkan pembangunan TPA Regional di daerah tersebut. Percaya tidak, persoalan semacam ini menjadi PR hampir di seluruh kabupaten/kota di Indonesia?


Tak berhenti di soal TPS dan TPA, ada segudang masalah yang ditimbulkan dari sampah dan menjadi kewajiban pemerintah sebagai decision maker untuk mengatasinya. Apa saja?
  1. Timbunan sampah terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk
  2. Anggaran yang dibutuhkan untuk pengelolaan sampah cukup besar
  3. Banyak masalah turunan yang diprakarsai oleh sampah, seperti saluran tersumbat sampah dan dapat menyebabkan banjir, kebersihan sungai terancam, laut tercemar, masalah kesehatan, pencemaran air bersih, keseimbangan lingkungan terganggu, dll
  4. Kesadaran masyarakat yang masih rendah untuk mengelola sampahnya sendiri
Kita sadar, masalah yang begitu kompleks dapat diciptakan dari ‘barang’ bernama sampah. Ada jutaan kubik sampah yang menjadi beban suatu daerah. Dari berbagai jenis sampah, sampah yang setiap hari pasti “diproduksi” adalah sampah domestik rumah tangga. Di Kota Surabaya misalnya, sampah rumah tangga menduduki peringkat atas dibandingkan sumber sampah lainnya dan lebih dari setengahnya adalah sampah organik.

IKPLHD Surabaya

Tak beda jauh dengan Surabaya, saya rasa mayoritas sampah di daerah lain juga sampah yang berasal dari rumah tangga, dengan komposisi tertinggi adalah sampah organik. Mari kita lihat Jakarta. Karena saya tidak punya sumber resmi IKPLHD Jakarta, coba tilik infografis yang dibuat oleh House Infographics berikut ini.

data timbunan sampah Kota Jakarta
Catatan: infografis ini disunting pada bagian data saja, selengkapnya silahkan akses di sini.

Kita bisa lihat bahwa Kota Jakarta dengan beragam kegiatan dan aktivitasnya, termasuk industri dan perdagangan pun demikian, sampah organik lebih banyak dibandingkan jenis lainnya. Karena tidak bisa dipungkiri bahwa jumlah penduduk berbanding lurus dengan jumlah timbunan sampah. Semakin banyak penduduk maka sampah yang dihasilkan juga semakin menggunung. Maka pemerintah perlu aktif menekan sampah yang bersumber dari rumah tangga, terutama sampah organik.

kelola sampah sendiri
Bagaimana caranya? Ada banyak cara.

Salah satunya dengan daur ulang, memanfaatkan barang yang bisa digunakan kembali. Tahu tak, sisa-sisa sayur yang biasa dimasak bisa didaur ulang lho! Saya sendiri telah membuktikannya. Yaitu dengan menanam akar daun bawang dan akar daun seledri. Memang, beberapa jenis sayuran bisa kita tanam kembali. Buka saja tutorialnya di YouTube. Berbekal ilmu dari YouTube, saya coba menanamnya dengan pot daur ulang pula.

Kadang, tetangga atau sanak famili mengirimkan nasi dengan bakul berbahan plastik. Bakul itu setelah dipakai empat/lima kali biasanya sudah rusak. Maka bakul itulah yang saya jadikan pot. Hasilnya? Baru beberapa hari tanam sudah subur.😍😍 In my honest opinion, pemerintah bisa menyosialisasikan hal-hal semacam ini. Agar sampah organik dari dapur lebih ‘sedikit’ bisa terkendali.

daur ulang tanaman sayur

Cara yang kedua adalah memilah sampah. Sebenarnya cara ini cukup banyak dilakukan oleh masyarakat. Sayang belum ada arahan dan mekanisme yang jelas. Sehingga menimbulkan kesalahpahaman dan akhirnya mengendurkan semangat memilah sampah. Misal, masyarakat telah melakukan pemilahan sampah organik dan non organik. Namun sampah yang sudah dipilah itu, saat diambil oleh tukang sampah dituang pada satu bak angkut yang sama alias dicampur kembali.

Dalam suatu kesempatan, saya pernah melihat dokumenter tentang sampah di salah satu stasiun TV swasta. Dalam dokumenter itu, seorang wanita mengatakan bahwa pengangkutan sampah menjadi kunci yang penting. Karena menurut pengalamannya, para ibu rumah tangga sudah memisahkan sampah, namun saat diambil oleh tukang angkut sampah, sampah yang sudah dipisahkan dimasukkan pada bak yang sama. Jadi usaha pilah sampah digagalkan saat itu juga. Kondisi itu membuat semangat pilah sampah memudar. Akhirnya para ibu males pilah sampah lagi, dong!

Nah disinilah pentingnya intervensi pemerintah. Perlu kesadaran bahwa petugas angkut sampah dari rumah ke rumah memiliki peran penting, sebagai garda terdepan dalam siklus kelola sampah. Untuk itu pemerintah bertanggung jawab membuat mekanisme teknis dan arahannya.

Apabila daur ulang dan pemilahan sampah berjalan di kawasan masing-masing (lingkup RT, RW, Kelurahan/Desa) bukan tidak mungkin sampah rumah tangga berkurang dan tak perlu menjadi beban TPA.

ide zero waste cities
Saya yakin, saat mendengar kata daur ulang dan pemilahan sampah, ada saja nada sumbang, “apa iya cara itu bisa dilakukan?” Tenang. Keraguan memang bisa saja muncul. Untuk menjawabnya, kita perlu bukti nyata. Tentang program pemilahan sampah, di Indonesia ada contoh gemilang yang sudah berjalan. Adalah Zero Waste City, sebuah program yang ide utamanya adalah mengelola sampah di lingkup kawasan dengan memilah sampah rumah tangga. Main goals ZWC, begitu sebutan khasnya, adalah mengurangi tumpukan sampah di TPA.

Program Zero Waste Cities dijalankan oleh teman-teman dari YPBB (Yaksa Pelestari Bumi Berkelanjutan) yang didukung oleh USAID. Saat ini telah dilaksanakan pada 2 kota dan 3 kabupaten di Jawa Barat. Kota/kabupaten yang dimaksud meliputi Kota Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Bandung, Kabupaten Karawang dan Kabupaten Purwakarta. Dari seluruh kawasan, kini telah ada 2 kelurahan model yang tidak hanya didukung teknisnya, namun juga di-support sebagian pendanaannya, yaitu Kelurahan Sukamiskin dan Kelurahan Cihaurgeulis.

Program ZWC sendiri tidak hanya didampingi oleh YPBB, melainkan juga telah berkolaborasi dengan stakeholder lain di luar Jawa Barat. Di Kota Denpasar yang didampingi oleh PPLH Bali dan Kabupaten Gresik yang didampingi oleh Ecoton. Baik YPBB, PPLH Bali juga Ecoton sama-sama mendampingi masyarakat dalam menjalankan kegiatan pengelolaan sampah dari kawasan. Penasaran bagaimana proses yang dilakukan tim YPBB? Silakan simak video dari tim ZWC berikut.


Jika kita perhatikan, prosesnya sangat sederhana bukan? Namun saya yakin, praktiknya tidak sesederhana itu. Ada berbagai macam kendala yang dihadapi saat terjun langsung ke masyarakat, seperti susahnya berkoordinasi dengan petugas pengangkut sampah. Beberapa petugas angkut sampah awalnya menilai bahwa mereka perlu bekerja extra dengan memisahkan bak sampahnya, plus gaji mereka dinilai tidak sesuai untuk protokol pilah sampah ZWC ini.

Menemui kendala-kendala di lapangan tidak menyurutkan tim YPBB untuk terus mendorong program pilah sampah dari kawasan ini. Beberapa model pendekatan dilakukan, misal melalui Pak RW, masyarakat yang vokal di lingkungannya juga dengan cara lainnya. Dan terbukti berhasil di beberapa kawasan.


Minggu lalu, dalam Talkshow Zero Waste Cities bertajuk "Cegah Tragedi Leuwigajah Terulang", perwakilan dari YPBB, Teh Anilawati Nurwakhidin menyampaikan pentingnya kerjasama dengan pemerintah dalam proses pilah sampah dari kawasan ini. Karena dengan adanya arahan dari pemerintah, proses menggerakkan masyarakat sebagai pelaku utama akan jauh lebih mudah. Pemerintah daerah harus terbuka dengan hal semacam ini.

"Kalau mau naik motor tentu pakai helm, bukan karena sadar takut kecelakaan, tapi takut ditangkap polisi," begitu Teh Anil mengibaratkan. Sama dengan program pilah sampah ini, kalau aturan sudah mengikat, maka mau tidak mau masyarakat melakukannya, bukan?

zero waste cities di Kota Bandung
Kalau beberapa kota/kabupaten sudah melakukannya, tentu ada kemungkinan program ZWC ini dapat dijalankan pula oleh kota/kabupaten lain di Indonesia. Pertanyaannya, mau atau tidak? Itu saja.

Baik, tak perlu dijawab dulu. Untuk memberi gambaran, video dari Kota Bandung berikut bisa menjadi referensi dalam mengelola sampah, terutama dari kawasan, sambil berfikir ulang apakah program pilah sampah ini worth it dilakukan.  


Sebagai urban planner, saya berpendapat bahwa bila dilakukan, pilah sampah dari kawasan ini akan berdampak positif pada daerah, seperti:
  1. Sampah yang dibawa ke TPA berkurang. Dan kalau boleh bermimpi, setelah sampah bisa berkurang, kebutuhan perluasan lahan TPA juga bisa ditekan. Sekarang, siapa sih yang mau di sekitar lokasi rumahnya ada TPA? Selain itu, pemerintah tentu tak ingin peristiwa meledaknya TPA Leuwigajah terjadi di daerahnya.
  2. Kebersihan kota meningkat. Saya akan menambahkan konteks begini, Kota Surabaya pernah melakukan inspeksi gorong-gorong untuk mengatasi banjir. Di beberapa sudut kota, drainase kota menjadi sarang sisa makanan seperti bakso, soto, rawon, dll. Oknum penjaja makanan ada yang membuang sisa-sisa makanan pelanggan di lubang drainase sekitar lapak mereka. Alhasil, lemak makanan itu lama mengendap dan menjadi kristal besar, sehingga menyumbat air dan menyebabkan genangan. Jika mengadaptasi konsep ZWC, setidaknya beberapa masalah kota sekaligus bisa dikendalikan.
  3. Kebijakan sistem persampahan, baik di RTRW, RDTR maupun rencana sektoral pengelolaan sampah bukan hanya sekedar blue print atau di atas kertas saja, namun benar dijalankan dan bermanfaat bagi kota/kabupaten secara umum.
  4. Menghemat anggaran pengelolaan sampah. Dari berbagai sumber, saya coba mencari berapa anggaran yang dikeluarkan Pemerintah DKI Jakarta untuk mengelola sampah. Dari katadata.com, anggaran pengelolaan sampah DKI Jakarta 2019 sebesar Rp 3,7 triliun. Ah itu kan Jakarta. Baik, mungkin Jakarta tidak bisa dibandingkan dengan kota/kabupaten lain. Bagaimana kalau tempat saya tinggal, Kota Surabaya? Dari kompas.com, anggaran yang dikeluarkan Kota Surabaya untuk mengelola sampah pada tahun yang sama adalah 160 Miliar. Bukan angka yang sedikit! Kalau mengelola sampah di tingkat kawasan bisa mampu mengurangi beban anggaran, why not

Untuk dapat mewujudkan poin-poin positif diatas, maka pemerintah perlu menumbuhkan partisipasi masyarakat, juga pihak-pihak yang terlibat seperti pejabat tingkat kawasan (RT, RW) bahkan tukang sampah, dengan aturan yang lebih mengikat. Secara rinci, beberapa hal yang bisa dilakukan pemerintah, mencakup:
πŸ‘‰ Buat kajian teknisnya, baik itu mekanisme dan teknis pelaksanaannya, anggarannya, penyediaan sarana prasarananya, porsi tugas masing-masing pelakunya secara spesifik baik dari tingkat makro (daerah) hingga tingkat mikro (rumah tangga).
πŸ‘‰ Buat kebijakannya. Seperti yang tadi sudah disinggung diatas, kebijakan ini penting untuk lebih dapat mengikat. Sebagai contoh, Kota Bandung dan Kota Cimahi sudah membuat aturan tentang Pengelolaan sampah yang telah disahkan melalui peraturan daerah (akses disini untuk Kota Bandung dan disini untuk Kota Cimahi).
πŸ‘‰ Mengatur intensif dan disintensif. Misal memberikan intensif pada para tukang sampah.
πŸ‘‰Lakukan monitoring evaluasi tahunan. Bisa dengan dikemas dalam lomba antar kawasan (misal kelurahan), seperti Surabaya yang beberapa tahun terakhir menerapkan program Lomba Green and Clean untuk mendorong kebersihan kota.


Kita sama-sama tahu, bahwa ini tidak mudah. Kita tahu bahwa kegiatan berbasis partisipasi masyarakat tidak dapat serta-merta copy-paste begitu saja. Karena sebagai decision maker, kita paham karakteristik kawasan satu dengan kawasan lain berbeda. Pun kota ini dan kota itu tidaklah sama. Namun pemerintah harus bersiap dengan segala kemungkinan dan bergerak pada solusi-solusi yang bisa ditawarkan. Bongkar pasang kegiatan dapat dilakukan, ambil-tiru-modifikasi (ATM) kegiatan juga bisa menjadi awalan. Asalkan tidak melanggar undang-undang. Karena, kalau tidak dimulai sekarang, kapan lagi?


Share:

Siasati Besar Pasak Daripada Tiang Bagi Freelancer

Siasati besar pasar daripada tiang bagi freelancer
Sumber foto: ntask manager

"If you buy things you don't need, soon you will have to sell things you need." - Warren Buffet.

Apa kamu pernah mengalami, hari ini gajian tapi nggak sampai seminggu sudah ludes? Sebagai freelancer, saya pernah mengalaminya, ya walau tidak dalam jangka waktu satu minggu sih. Tapi tetap saja, saya pernah menghabiskan uang padahal belum ada transfer fee dari project lain yang sudah berjalan. Kalau kamu juga pernah, saya bisa bilang, kita dalam keadaan gawat. Kenapa? Ya karena itu tandanya kita belum sepenuhnya bisa mengatur keuangan kita.

Kondisi ini bisa jadi bom waktu yang bisa meledak kapanpun dan membakar hidup kita.😞 Admit it, tanpa uang kita nggak akan bisa hidup dengan bebas. Karena hampir semua lini kehidupan butuh cuan. So, walaupun kita tidak punya pekerjaan tetap alias freelancer, wajib hukumnya bagi kita untuk mengatur keuangan. Agar tak merasakan perihnya kondisi "besar pasak daripada tiang".

To be honest, saya juga masih belajar sih tentang mengatur keuangan ini. Karena ilmu ini nggak pernah diajarkan secara khusus waktu sekolah dulu. Tapi justru jadi 'life hack' paling dibutuhkan untuk hidup pasca-sekolah. Dan untuk bidang satu ini, saya punya beberapa rumus yang coba saya terapkan beberapa tahun terakhir. 

Tips 1: Nabung, Nabung, Nabung!

Mari menabung sebelum buntung. Menabung, terdengar klise ya? Tapi nasehat orang tua ini sangat berguna dalam mengatur keuangan. Saving bisa menyelamatkan kita pada saat-saat tertentu. Kalau memang belum bisa nabung banyak, tak masalah nabung sedikit. Nanti lama-lama jadi bukit, kan?


Tips 2: Hindari Paylater

Paylater? Duh jauh-jauh deh! Fitur Paylater sekilas memang memudahkan. Tapi jangan terlena, fitur itu bisa jadi jebakan yang menggiring kita ke kondisi besar pasak daripada tiang.

Kenapa saya bilang begitu? Karena di kehidupan nyata, saya sudah ketemu contohnya.Ada seseorang yang saya kenal, dia biasa memakai Paylater di online market. Lalu saking banyaknya dia tidak bisa bayar dan jumlahnya lebih dari penghasilannya yang tidak pasti, akhirnya dia kelilit hutang.

Mungkin ada yang berfikir, sebenarnya menggunakan Paylater tidak jadi soal, asal menggunakannya dengan baik. Memang, tapi kalau kata saya mah, hindari selagi bisa! Hindari saat masih mungkin! Segera lepas kalau baru masuk.

Memang, dalam kasus ini, kontrol diri itu penting. So, tips nomor 3 adalah tahu batas diri.


Tips 3: Tahu Batas Diri

Beli ini dan itu, wajar kok! Serius! Kamu mau beli motor atau mobil? Kamu mau jalan-jalan ke Raja Ampat, Derawan atau Wakatobi sebulan sekali? Atau bahkan mau umroh dan haji? Namanya juga manusia, sangat manusiawi kalau "aku ingin begini, aku ingin begitu, ingin ini ingin itu banyak sekali". Eits tapi, harus tahu batas diri.

Batas diri yang dimaksud disini adalah jangan sampai pengeluranmu melampaui batas penghasilanmu. Banyak pakar keuangan yang memberikan ilmunya. Salah satunya, Rudiyanto, Direktur Panin Asset Management melalui laman kompas.com. Kamu pernah dengar prinsip 10-20-30-40? Angka itu adalah angka persentase untuk membagi penghasilan agar penggunaannya terkontrol. Rinciannya adalah 10% untuk kebaikan, 20% untuk masa depan, 30% untuk cicilan dan 40% untuk kebutuhan.

Menurut saya, kebutuhan kebaikan bisa diartikan sebagai sedekah, memberi orang tua, keponakan, dll. Masa depan tentu saja untuk kebutuhan di masa mendatang. Untuk cicilan, kalau kita tidak punya cicilan bisa dimasukkan ke pos masa depan dan sebisa mungkin jangan dimasukkan pada kuota kebutuhan. Dan sisanya untuk kebutuhan sehari-hari yang perlu kita kelola secerdas mungkin. 

Kalau kamu punya versi penyisihan sendiri tak masalah kok. Asal sudah seimbang ya! Eh boleh juga kalau mau diceritakan di kolom komentar, biar kita sama-sama belajar. :)


Tips 4: Play Hard Smart, Work Hard Smart 

Play hard, work hard? Ah, sudah nggak jaman. Sekarang apapun harus mengaktifkan smart mode. Kita bukan romusa, sesekali kita boleh jalan-jalan, dan sesekali boleh makan-makan enak. Tapi tetap harus cerdas-cerdas merencanakannya. Jangan sampai kita main terus atau belanja terus tanpa memperhitungkan keuangan ya. :)


Well, itulah tips-tips menyiasati keuangan bagi freelancer seperti saya. Ada tips terakhir sih sebenernya, yaitu "you know yourself more than anyone else", jadi percaya sama diri sendiri aja kalau kamu bisa ngatur keuanganmu sendiri walau tidak ada uang masuk setiap bulan. Dengan begitu, kita tak akan merasakan yang namanya besar pasak daripada tiang. :)

Share:

Popular Posts

Labels

Blog Archive

Featured Post

1st Best Winner Blogging Competition by DSCP Indonesia